Senin, 21 November 2011

Yang Harus Kujaga
Story buatan oe waktu disuruh bikin cerpen di sekolah, haha.... tertawalah jika memang aneh
fikryanime.blogspot.com
Aku benar-benar tak mengira bahwa aku akan bertemu dengannya lagi. Ya, dengan dia, kakak perempuanku yang sudah lama hilang dari kehidupanku sejak dulu. Dirinya yang sudah kucoba lupakan selama sepuluh tahun, muncul kembali di hadapanku.


Sambil bergumam aku menuju kuburan, ”Dan sekarang, kau menghilang lagi” begitu kataku di depan kuburan. ”Padahal memang sebenarnya kau sudah mati”, kukatakan hal tersebut di depan kuburan itu, kuburan dari kakak perempuanku, Karin. ”Tetapi, sekarang aku bisa menjalani kehidupanku tanpa harus merasa takut atau khawatir lagi”, kataku. ”Karena aku punya sesesorang yang sekarang harus kujaga”, lalu aku mengingat kejadian dulu lagi.


Sebelas tahun yang lalu, aku yang masih berumur enam tahun, bersama kakak yang lebih tua dariku sembilan tahun, tinggal di panti asuhan yang bobrok. Orang tua kami berdua meninggal dalam kecelakaan lalu lintas, sedangkan kami selamat, aku masih ingat kejadian hari itu. ”Padahal kita semua bersama saat itu, tetapi kenapa harus ayah dan ibu yang mati”, tangiku. ”Jangan menangis, Kei. Pasti... ayah dan ibu tidak menginginkan itu.” balas kakak, menyebut namaku. Melihat wajahnya yang hampir menangis pedih, aku tahu kakak cuma berpura-pura tegar, di depanku, sebab di depan adik seorang kakak harus bersikap tegar, dulu ia pernah berkata itu. Aku pun memutuskan untuk hidup tegar, untuk kakak.


Waktu berlalu di panti asuhan, karena sifatku yang pada dasarnya tidak tegar, banyak anak-anak yang memusuhiku. Suatu hari, ”Hei”, terdengar suara seseorang memanggilku. ”Namaku Yuka, kamu mau jadi temanku” ya, itu suara seorang anak perempuan bernama Yuka, anak perempuan yang mencoba mengajakku menjadi temannya. Aku hanya berdiam diri, tetapi Yuka terus saja mengajakku bicara, ”Jangan gangu aku!” akhirnya aku berteriak mengusirnya, tanpa sengaja aku menyenggol cat air di sebelahku, mengenai baju Yuka, ”ah, maaf maaf aku tidak sengaja” aku mencoba minta maaf. ”Tidak apa-apa kok” dengan wajah yang sangat polos ia memaafkanku, aku terdiam lalu akhirnya mengikuti ajakannya untuk pergi bermain bersama.


Hari-hari di panti asuhan berlalu, aku semakin bahagia karena bisa berteman dengan Yuka. Tetapi, ”Hei kak, ayo kita ketemu Yuka” aku mencoba mengajaknya, ”Tidak usah” kakak menolak. Dari hari ke hari kakak justru menjadi semakin suram, tak ada semangat, padahal ia yang mengatakan padaku untuk tidak bersedih. Tetapi, sekarang aku sudah tak sedih lagi, sebab sekarang Yuka ada di sampingku. Kalau... kalau saja kakak lebih cerah, aku akan lebih senang lagi.


Sampai suatu hari. ”Aku pulang”, kataku masuk ke dalam kamar setelah pulang bermain dengan Yuka. Anehnya, suasana hening, tak ada yang menjawab salamku, tetapi rasanya rumah lebih panas daripada biasanya. Aku masuk ke dalam, setelah berjalan-jalan suasana semakin aneh, benar-benar tak ada suara apa-apa selain langkah kakiku dan beberapa barang-barang yang jatuh kutabrak, rumah ini terlalu sepi, anehnya suhunya sepertinya semakin panas, dan ada bau sesuatu yang terbakar. Lalu, saat kubuka pintu kamar mandi yang sepertinya panasnya berasal dari sana. DEG, jantungku berdetak kencang, dengan sangat shock, kulihat, sosok kakakku, yang tidak dalam keadaan hidup, tergantung di tengah-tengah api membara. Aku takut, lalu, aku melihat bayangan seseorang di pintu kedua kamar mandi. Itu, Yuka, yang juga shock melihatnya. ”Yuka!”, teriakku, lalu aku berlari, menarik tangan Yuka, aku tak boleh membiarkan Yuka mati disini. Kami berlari menuju pintu keluar, ”Hei, kenapa kau tidak ikut juga...ikutlah denganku..denganku..”, sepertinya ada suara yang berkata begitu dalam kepalaku, tetapi aku tak peduli, kesadaranku semakin menghilang karena menghirup banyak asap. Saat sudah dekat pintu keluar, aku pingsan.


Sepuluh tahun kemudian setelah itu, aku yang sudah SMU, masih sangat kesal mengingat kejadian hari itu, kesal sekaligus sedih kenapa kakak harus mati hari itu. Sepertinya, setelah itu kami diselamatkan oleh pemadam kebakaran yang dipanggil oleh tetangga sekitar, waktu terbangun kami sudah ada di rumah sakit, dokter berkata sayang kakak memang sudah kehilangan nyawanya saat aku datang saat itu. Suara yang kudengar waktu itu, masih berdengung dalam kepalaku, ”Hei, kenapa kau tidak ikut juga...ikutlah denganku..denganku..”. Panti asuhan itu sampai sekarang bekas kebakarannya masih belum ditutupi karena adanya aura tidak enak dan semua orang yang masuk kedalamnya tidak kembali lagi. Aku hidup dalam kekecewaan dan kebosanan, hari-hari berjalan tanpa masalah besar. Aku sekarang hidup sendiri, sedangkan Yuka, ia diambil oleh keluarga dokter yang menolong kami saat itu. Dokter itu sempat menawarkanku untuk ikut dengan keluarganya, tetapi aku menolak. Karena, sudah kuputuskan untuk tidak lagi merepotkan siapapun lagi, dan agar, saat mereka meninggal, aku tak perlu sedih seperti aktu itu lagi, karena mereka tak punya hubungan denganku.


"Keei”, terdengar suara seseorang memanggilku, tanpa melihat aku sudah tahu, kalau itu suara teman kecilku dulu, suara Yuka. ”Kei, apa kamu mau makan siang” , tanyanya. ”Oooh, ayo” jawabku dengan tidak bersemangat. Kami pun makan siang bersama tanpa berkata apa-apa. ”Kei, apa sampai sekarang kamu masih memikirkan kejadian hari itu?” tanya Yuka mendadak. ”...” aku tidak menjawab apa-apa, memang benar sampai sekarang kejadian itu, api yang membara itu masih terbayang di kepala, walaupun sudah berkali-kali aku mencoba melupakannya. ”Kei?” katanya dengan wajah yang murung. Bahkan terkadang aku masih membayangkan sosok kakak dimana-mana saat dia masih ada dulu. ”Tidak, tidak sama sekali” jawabku tegas, walaupun Yuka pasti tahu jelas kata-kata itu bohong. Aku sudah memutuskan untuk tidak lagi berhubungan erat dengan siapapun.


”Kalau begitu, mau ke perpustakaan” ajaknya lagi. Aku menurutinya begitu saja. Saat disana aku melihat rak tempat dimana ada banyak buku cerita anak-anak yang dulu sering kubaca bersama kakak. Tersenyum sedikit, aku menuju ke rak bagian sana, saat kuambil bukunya, ada hal yang membuatku benar-benar terguncang. Aku, walaupun hanya sangat sekilas, melihat ada sosok yang melihatku, sosok kakakku. ”Hei, kenapa kau tidak ikut juga...ikutlah denganku..denganku..”, suara itu muncul lagi. ”Ke..kenapa Kei??” Yuka panik bertanya padaku, semua murid yang ada di dalam melihat kami berdua yang panik dan berisik sendiri. ”...” aku terdiam, ”Tidak.. ada apa-apa” jawabku. Walaupun aku mengatakan begitu, aku yakin sekali bahwa ada sosok kakak yang melihatku, dan suara itu juga.. nyata. Malamnya aku tak bisa tidur karena kejadian tadi. Apa benar ada kakak disana?


Esoknya aku merasa aku terus diperhatikan. Saat aku pergi ke toilet, bayangan kakak muncul lagi, aku berteriak, semua orang di sekitar toilet datang dan terlihat bingung. Apa maksudnya ini? Bayangan itu menghilang, tapi aku sangat yakin bahwa tadi ada kakak disana. Dari hari ke hari yang terus berlalu, aku semakin takut karena adanya kakak yang seolah-olah ingin mengajakku, mengajakku untuk ikut dengannya, untuk mati. Yuka setiap hari mencoba menghiburku saat aku panik begit, tetapi aku justru malah berteriak mengusirnya.


Suatu hari, aku sadar bahwa ini adalah hari sebelum hari itu, hari sebelum hari kematian kakak. Suara itu muncul lagi, dan aku yakin bahwa ini adalah suara kakak. ”Ayo, Kei, ikutlah dengan kami, dengan begitu kau.. kau tidak perlu hidup sendirian dan sedih lagi, ikutlah dengan kakak, menuju tempat ayah dan ibu”. Aku semakin bingung. Di sekolah, Yuka mendadak datang dan bertanya dengan berteriak ”Kei! Kenapa kau seperti ini sekarang, kei yang kukenal selalu terbuka, tidak seperti sekarang. Lalu, ada apa deganmu akhir-akhir ini, kau terlihat takut dan panik dimanapun, tolonglah, bisakah sekali saja, kali ini saja, bicarakan masalah itu denganku.”. kata-kata itu memuatku sadar, lalu aku pun menceritakan semuanya, tentang penyesalanku, apa yang kulihat, apa yang kudengar, dan keputusanku. Aku memutuskan untuk tetap di samping Yuka. ”Yuka, aku akan pergi ke panti asuhan itu, malam ini” kataku. ”Tidak, apa yang akan kau lakukan, apa kau akan ikut, mengikuti kakakmu, janganlah, kumohon jangan”, balasnya. ”Jangan khawatir, aku tak berniat untuk mati” itulah jawabanku, lalu aku pun pergi, ke tempat dimana waktuku sempat terhenti.

Malamnya, di depan panti asuhan bekas kebakaran yang sampai sekarang belum ditutupi karena adanya aura tidak enak itu, aku masuk kedalamnya. Memang, auranya sangat tidak enak, semakin aku mendekati bekas kamar mandi tempat kematian kakak, rasanya menjadi semakin panas, seperti sepuluh tahun yang lalu. Kubuka pintu yang gosong itu, kulihat sosok yang terbakar, tetapi entah kenapa dengan melihatnya, muncul perasaan rindu. ”Akhirnya, kau datang, Kei...” ia menjulurkan tangannya, ”Sepuluh tahun aku menunggumu, ayo, kemarilah, kita bergabung dengan ayah dan ibu, sehingga kita tak akan sendirian lagi”, mengajakku pergi, kakak berkata begitu dan memberi tangannya untuk digapai olehku.


Aku tidak tahan lagi, aku ingin bersama kakak. Perasaan rindu telah mengalahkan tekadku, sampai..
Aku ulurkan tanganku untuk menggapai tangannya, ”Ya, kemarilah” katanya. Lalu, tiba-tiba, ”Jangan!” sebuah sosok datang mendorong tanganku dan mencegah diriku untuk pergi. Kesadaranku kembali, dan kulihat bahwa sosok itu adalah Yuka. ”Kei tidak akan bahagia menuruti keinginanmu!, bukankah kau sendiri yang berkata padanya untuk terus hidup menuruti keinginan ayah dan ibu kalian!? Kebahagiaan Kei sekarang adalah, terus hidup tanpa merasa khawatir! Tetapi, kau justru membuatnya terus tak bisa menentukan jalannya! Kei!, kau tak boleh pergi!” teriaknya pada kakakku, kali ini aku benar-benar tersadar mendengar kata-katanya. ”Kak, aku tak bisa ikut denganmu sekarang. Sebab, ada seseorang yang sekarang harus kujaga” dengan sangat tegas dan penuh keyakinan kukatakan hal itu pada kakak. ”...”, kakak terdiam, lalu ia tersenyum. ”Aku mengerti, Kei, jika itu adalah kebahagiaanmu, maka hiduplah dengan itu” katanya, lalu ia menghilang.


”Kakak, janganlah merasa khawatir lagi”, kataku didepan kuburannya sekali lagi. Aku tak akan merasa khawatir dan takut lagi. Sebab, sekarang ada sesuatu yang harus kujaga. Aku meninggalkan bunga di kuburannya, lalu berbalik menuju seseorang yang menunnguku, seseorang yang harus kujaga. Menuju Yuka, dan masa depan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar